Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Senja dengan Biru

Aneh, menurutku aneh saja tiba-tiba ada wanita yang menghampiriku, mengulurkan tangannya,  duduk disebelahku tanpa dipersilahkan, dan menatap senja bersama-sama. Aku sendirian, dia pun sama. Kami tidak banyak bicara, tetapi kami merasa dekat satu sama lain. Aku mengenal Senja seperti senja yang biasa aku lihat, dia datang dan pergi begitu saja. Kami bertemu, di satu minggu itu kami selalu menatap senja bersama-sama. Kami hanya sebagai penikmat senja, yang kebetulan dipertemukan, atau mungkin memang ditakdirkan untuk bertemu. Ya, aku percaya Pencipta senja itu telah menyusun rencana untuk mempertemukan kami. “Mengapa namamu Senja?” tanyaku tanpa berharap jawaban. Tatapanku tidak bertitik, sesekali memang menoreh kepada Senja, tapi segera ku alihkan kembali kepada senja yang lain ketika dia mulai menyadari sedang diperhatikan. “Aku menyukai senja sejak kecil, orang tuaku juga sama-sama penikmat senja, kami selalu menikmati senja bersama,” ujar gadis bernama Senja itu. Rambutnya ya

Senja dengan Biru (Part I)

Ahh rindu itu memang benar-benar membuat bingung. Terkadang manis, namun pahit juga sering sekali terasakan. Rindu benar-benar membuatku rindu pada kerinduan yang sudah lama tidak aku dapatkan. Andai saja, Rindu ada didekatku, tak akan kubiarkan ia pergi dari kerinduan ini. Senja memang manis, tetapi Rindu lebih sempurna. Rindu hadir, ketika aku merindukan Senja yang dulu. Tidak, aku sama sekali tidak terfikir akan menemukan kerinduan selain dari wanita yang selama ini telah membuatku menunggu. Aku rindu pada Senja, namun dia semakin menjauh dari kerinduanku. Aku yakin tentang Senja, ia berkata akan kembali secepatnya kepadaku. Namun, secepat apa ia akan kembali, jika puluhan senja telah aku lewati tanpanya. Ya, tanpanya! Aku bukan lelaki yang mudah merindukan wanita lain, tapi Senja yang memaksaku untuk mencari kerinduan lain. Entahlah, dia tidak pernah memberiku kabar, bahkan sepucuk surat, yang konon lebih romantis, menurut orang lain. Sebelumnya memang tidak pernah ada ikatan

Kejora Indah Pantai Santolo (Part II)

Pagi itu, m entari belum bercahaya penuh. Sinarnya masih malu-malu menyembul dari balik cakrawala Pantai Santolo, diiringi dengan suara ombak yang terdengar tidak sekeras pada malam hari. Walaupun namanya tidak semasyur Pantai Kuta di Bali, nun jauh di sana, namun keheningan dan panorama di pantai ini bagiku memiliki kelebihan tersendiri. Kata Ben, pantai ini masih perawan, belum terj a mah oleh orang-orang yang ingin merusak keindahannya. Wisatawan yang berkunjung pun masih terbilang sedikit. Mungkin karena jaraknya yang cukup jauh dan perjalanan yang terbilang berat, berkelok-kelok , membuat orang-orang enggan untuk mengunjungi pantai yang menurutku eksotis ini. Padahal sepanjang jalan yang kulalui kemarin benar-benar mengasyikkan . Hamparan sawah, kebun teh , dan hutan lebat nan rindang turut menemani perjalananku menuju keindahan pantai ini. Kemarin Ara berjanji akan mengajakku ke Muara Cilauteureun . K onon , ceritanya, di muara itu air laut tidak mengalir . D an

Kejora Indah Pantai Santolo

Deburan ombak berhasil memecahkan keheningan dan mengusir penat yang menggelayut di otakku.   Laut nan biru dan pasir putih membuatku takjub akan keindahan dan kekayaan alam ini. Siang itu, langit tampak lebih cerah dari pada biasanya . T arian burung -burung camar di angkasa yang sesekali menyambar wajah laut semakin memperindah suasana. Betapa indahnya karunia Tuhan ini. Di balik keindahan yang alam berikan, mataku berhenti pada titik di mana seorang gadis berambut sebahu berkecipak sibuk bermain air. Tiupan angin yang tak dihiraukan itu membuat rambut gadis bagai melambai-lambai padaku. N amun , justru saat itulah dia terlihat lebih cantik daripada yang sesungguhnya. S inar matanya yang sayu menyiratkan beban jiwa yang mengharu-biru pikirannya. Lama aku terje bak dalam nikmat pengaguman . Ma taku seolah enggan beranjak dari objek indah yang ditangkapnya. Bak kamera yang selalu mencari titik focus objeknya. Antara sadar dan tak sadar, mataku pun seperti itu, me