Aneh,
menurutku aneh saja tiba-tiba ada wanita yang menghampiriku, mengulurkan
tangannya, duduk disebelahku tanpa
dipersilahkan, dan menatap senja bersama-sama. Aku sendirian, dia pun sama.
Kami tidak banyak bicara, tetapi kami merasa dekat satu sama lain. Aku mengenal
Senja seperti senja yang biasa aku lihat, dia datang dan pergi begitu saja.
Kami
bertemu, di satu minggu itu kami selalu menatap senja bersama-sama. Kami hanya
sebagai penikmat senja, yang kebetulan dipertemukan, atau mungkin memang
ditakdirkan untuk bertemu. Ya, aku percaya Pencipta senja itu telah menyusun
rencana untuk mempertemukan kami.
“Mengapa namamu Senja?”
tanyaku tanpa berharap jawaban. Tatapanku tidak bertitik, sesekali memang
menoreh kepada Senja, tapi segera ku alihkan kembali kepada senja yang lain
ketika dia mulai menyadari sedang diperhatikan.
“Aku menyukai senja sejak
kecil, orang tuaku juga sama-sama penikmat senja, kami selalu menikmati senja
bersama,” ujar gadis bernama Senja itu. Rambutnya yang lurus, dan mungkin
lembut itu sesekali menutupi wajah manisnya karena tiupan angin. Senja masih
saja menatap senja, dengan senyuman manis dan penuh arti.
Aku tidak tahu asal Senja darimana, kita memang tidak
pernah bercerita asal muasal kita. Kata Senja, biru itu terkadang lebih indah
dan menarik. “Selain senja, aku menyukai biru,” kali ini aku melihat Senja
menoreh kepadaku. Tatapan kami bertemu, dan disanalah aku menemukan titik
penglihatanku. Senja kembali tersenyum, kali ini pada Biru. Ya, dia tersenyum
kepadaku, menyandarkan dirinya pada bahuku.
Kami memang aneh, dalam penikmatan senja yang tlah lalu,
seolah-olah sedang menunggu janji akan takdir Yang Kuasa. Kami selalau
menikmati senja bersama, sesekali menikmati biru, jika kami datang lebih awal.
Biru itu
langit, bisa juga laut. Menurut Senja, biru laut itu akan hilang ketika senja
datang, biru langit juga sama, ia akan hilang diganti senja dan malam. Senja
tidak ingin aku seperti itu, dia ingin senja dan biru itu bisa dinikmati
bersama. Tapi, itu tidak mungkin. Kataku, senja pun akan menghilang diganti
malam, bahkan terkadang senja tidak dapat dinikmati jika biru disiang hari
tidak ada. Senja bangkit, ketika mendengar perkataanku itu. Aneh, tiba-tiba dia
menangis. Demi apapun yang aku lihat saat itu, aku tidak tahu mengapa ia
menangis. Aku hanya berkata, sama sekali tidak bermaksud menyakiti. Aku
bingung, dan meminta maaf. Walaupun aku tidak tahu, kesalahan apa yang
membuatnya menangis saat itu.
Aku
merangkul bahunya, membuatnya semakin dekat denganku. Ia menangis dalam dadaku,
seperti mengingat duka yang telah lama ia hapus. Mungkin perkataanku itu yang
mengusik duka nya. Tapi sekali lagi, aku sungguh tidak tahu perkataan yang mana
yang membuatnya sakit.
Disatu hari, kami tidak bertemu biru dan senja. Hari itu
terlihat putih dan sedikit keabu-abuan. Aneh, kami pun tidak bertemu ketika
hari seperti itu. Aku tidak menemukan Senja dimanapun, ditempat yang biasa kita
nikmatipun tidak ada. Senja menghilang, dan sejak itu aku tidak menemukannya
kembali. Aku selalu percaya akan janji Senja, dia selalu berkata, esok kita
akan bertemu kembali. Tapi, hari ini ia berbohong. Ia tidak menemuiku dalam
senja, ataupun dalam biru. Sejak itu aku merasa senja tidak semanis Senja. Aku
merindukan Senja.
Dalam puluhan senja, aku masih menunggunya. Berharap ia mengingat
janji yang pernah ia ucapkan, yang sebelumnya tidak pernah ia ingkari. Aku
bingung, padahal waktu itu ia yang berkata aku tidak boleh meninggalkannya,
tapi sekarang ia sendiri yang meninggalkanku.
Dalam puluhan senja pula, aku hanya menikmatinya sendiri,
membiarkan rindu yang semakin lama membuatku hancur. Senja tidak pernah kembali
lagi, dan aku menemukan Rindu yang datang seperti membawa senja yang lalu.
Rindu menyusun kembali harapku, ia membawa janji yang sama seperti senja.
Aku tidak
salah, senjalah yang membuatku harus melupakannya dan menerima Rindu untuk
mengisi kembali relung rinduku. Namun, bagaimanapun aku tidak akan melupakan
Senja, juga tidak akan membiarkan Rindu pergi seperti Senja. Biarlah Senja
nampak seperti senja, datang dan pergi dengan keindahannya. Kali ini aku
mencintai Rindu, dan akan selalu ku ungkapkan kerinduanku kepadanya, akan
kuceritakan kisahku bersama Senja. Dalam penikmatan senja kali ini, aku nikmati
bersama Rindu. Ah, aku mencintai Rindu karena senja. Oleh : Retno Dyah Pekerti
***
So touching...
BalasHapus