Langsung ke konten utama

Senja dengan Biru

Aneh, menurutku aneh saja tiba-tiba ada wanita yang menghampiriku, mengulurkan tangannya,  duduk disebelahku tanpa dipersilahkan, dan menatap senja bersama-sama. Aku sendirian, dia pun sama. Kami tidak banyak bicara, tetapi kami merasa dekat satu sama lain. Aku mengenal Senja seperti senja yang biasa aku lihat, dia datang dan pergi begitu saja.
Kami bertemu, di satu minggu itu kami selalu menatap senja bersama-sama. Kami hanya sebagai penikmat senja, yang kebetulan dipertemukan, atau mungkin memang ditakdirkan untuk bertemu. Ya, aku percaya Pencipta senja itu telah menyusun rencana untuk mempertemukan kami.
“Mengapa namamu Senja?” tanyaku tanpa berharap jawaban. Tatapanku tidak bertitik, sesekali memang menoreh kepada Senja, tapi segera ku alihkan kembali kepada senja yang lain ketika dia mulai menyadari sedang diperhatikan.
“Aku menyukai senja sejak kecil, orang tuaku juga sama-sama penikmat senja, kami selalu menikmati senja bersama,” ujar gadis bernama Senja itu. Rambutnya yang lurus, dan mungkin lembut itu sesekali menutupi wajah manisnya karena tiupan angin. Senja masih saja menatap senja, dengan senyuman manis dan penuh arti.
            Aku tidak tahu asal Senja darimana, kita memang tidak pernah bercerita asal muasal kita. Kata Senja, biru itu terkadang lebih indah dan menarik. “Selain senja, aku menyukai biru,” kali ini aku melihat Senja menoreh kepadaku. Tatapan kami bertemu, dan disanalah aku menemukan titik penglihatanku. Senja kembali tersenyum, kali ini pada Biru. Ya, dia tersenyum kepadaku, menyandarkan dirinya pada bahuku.
            Kami memang aneh, dalam penikmatan senja yang tlah lalu, seolah-olah sedang menunggu janji akan takdir Yang Kuasa. Kami selalau menikmati senja bersama, sesekali menikmati biru, jika kami datang lebih awal.
Biru itu langit, bisa juga laut. Menurut Senja, biru laut itu akan hilang ketika senja datang, biru langit juga sama, ia akan hilang diganti senja dan malam. Senja tidak ingin aku seperti itu, dia ingin senja dan biru itu bisa dinikmati bersama. Tapi, itu tidak mungkin. Kataku, senja pun akan menghilang diganti malam, bahkan terkadang senja tidak dapat dinikmati jika biru disiang hari tidak ada. Senja bangkit, ketika mendengar perkataanku itu. Aneh, tiba-tiba dia menangis. Demi apapun yang aku lihat saat itu, aku tidak tahu mengapa ia menangis. Aku hanya berkata, sama sekali tidak bermaksud menyakiti. Aku bingung, dan meminta maaf. Walaupun aku tidak tahu, kesalahan apa yang membuatnya menangis saat itu.
Aku merangkul bahunya, membuatnya semakin dekat denganku. Ia menangis dalam dadaku, seperti mengingat duka yang telah lama ia hapus. Mungkin perkataanku itu yang mengusik duka nya. Tapi sekali lagi, aku sungguh tidak tahu perkataan yang mana yang membuatnya sakit.
            Disatu hari, kami tidak bertemu biru dan senja. Hari itu terlihat putih dan sedikit keabu-abuan. Aneh, kami pun tidak bertemu ketika hari seperti itu. Aku tidak menemukan Senja dimanapun, ditempat yang biasa kita nikmatipun tidak ada. Senja menghilang, dan sejak itu aku tidak menemukannya kembali. Aku selalu percaya akan janji Senja, dia selalu berkata, esok kita akan bertemu kembali. Tapi, hari ini ia berbohong. Ia tidak menemuiku dalam senja, ataupun dalam biru. Sejak itu aku merasa senja tidak semanis Senja. Aku merindukan Senja.
            Dalam puluhan senja, aku masih menunggunya. Berharap ia mengingat janji yang pernah ia ucapkan, yang sebelumnya tidak pernah ia ingkari. Aku bingung, padahal waktu itu ia yang berkata aku tidak boleh meninggalkannya, tapi sekarang ia sendiri yang meninggalkanku.
            Dalam puluhan senja pula, aku hanya menikmatinya sendiri, membiarkan rindu yang semakin lama membuatku hancur. Senja tidak pernah kembali lagi, dan aku menemukan Rindu yang datang seperti membawa senja yang lalu. Rindu menyusun kembali harapku, ia membawa janji yang sama seperti senja.
Aku tidak salah, senjalah yang membuatku harus melupakannya dan menerima Rindu untuk mengisi kembali relung rinduku. Namun, bagaimanapun aku tidak akan melupakan Senja, juga tidak akan membiarkan Rindu pergi seperti Senja. Biarlah Senja nampak seperti senja, datang dan pergi dengan keindahannya. Kali ini aku mencintai Rindu, dan akan selalu ku ungkapkan kerinduanku kepadanya, akan kuceritakan kisahku bersama Senja. Dalam penikmatan senja kali ini, aku nikmati bersama Rindu. Ah, aku mencintai Rindu karena senja. Oleh : Retno Dyah Pekerti
***

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Saat Foto Box

Anak muda sekarang nggak foto-foto ? hmm... kayaknya kurang gaul deh, soalnya di jaman yang udah canggih ini, difoto itu udah jadi kebiasaan baru bagi remaja sekarang. Ada beberapa tips nih buat kalian yang suka foto box. 1. Pilih tempat yang nyaman Biasanya foto box itu suka ada di tempat-tempat yang ramai, seperti mall, plaza dll. Nah kalian tinggal pilih tempat yang paling menarik perhatian dan tentunya bagus juga. 2. Ajak teman atau orang terdekat kita Pastinya nggak asik dong kalau kita foto-foto sendiri, apalagi kalo difoto box , kesannya itu bakalan nggak hidup, terus kita juga nggak ada temen buat ber-ekspresi. 3. Berganti gaya dengan cepat Kalian harus tau, Foto box nggak seperti foto biasa, jadi setiap satu kali foto, kita harus cepet-cepet ganti gaya lagi, soalnya foto box itu diwaktu. Jadi sebelum kita difoto, kita harus mikirin gaya dan ekspresi apa aja yang bakalan kita tunjukin. 4. Tunjukin gaya yang paling keren Sia-sia dong kalo pas lagi di foto, gaya kita cuma biasa-

One Team, One Spirit, One Goal !!

Pemberian Simulasi Penulisan Salah satu kru layout Xpresi (Imam) mempresentasikan dami buatannya Masih kru layout Xpresi (Teteng Randi) mempresentasikan dami halaman galerinya Reporter Xpresi, belajar wawancara dan membuat artikel Wawancara bertemakan kehidupan anak gank di sekolah Teteng, Imam dan Riko, simulasi membuat dami untuk halaman All crew Xpresi memulai simulasi