Langsung ke konten utama

Dilema Cinta Part I



Hidup itu memang selalu dihadapkan pada pilihan. Dan dengan pilihan tersebut kita bisa belajar makna dan arti hidup. Dewasa itu ketika kita bisa memutuskan untuk memilih pilihan dan tentunya bertanggung jawab atas pilihan tersebut. Apa yang kita putuskan untuk hidup ini tidak selalu menjadi yang terbaik, namun apa yang Tuhan berikan dihidup ini pasti akan menjadi yang terbaik. Aku Hanum, cewek berusia 19 tahun yang selalu berusaha untuk menerima hidup dengan apa yang diberikan Tuhan. Aku terlahir sebagai wanita sempurna, dengan mempunyai fisik dan keluarga yang bahagia. Sampai diumur 19 tahun ini, banyak sekali hal yang aku temukan, salah satunya adalah cinta. Setiap manusia pasti memiliki rasa ini. Rasa yang diberikan Tuhan untuk kita berikan lagi kepada makhluk ciptaannya. Sampai saat ini, banyak sekali yang memberikanku cinta. Tuhan, orang tua, keluarga, teman-teman, dan… kamu. Ya, kamu berhasil memberikanku warna baru dikehidupanku. 

Terkadang cinta itu memang aneh, sulit untuk dipercaya dan  tidak masuk akal. Tapi, itulah cinta. Indah dan begitu sempurna. Orang-orang akan merasa memiliki dunia yang baru, ketika mendapatkan cinta yang diinginkannya. Aku bukan termasuk cewek yang mudah mencintai, dan menerima suatu keadaan. Tapi, yang mesti semua orang tahu adalah, setiap manusia itu akan mencintai pasangannya dengan tulus ketika ia benar-benar menemukan cintanya yang tepat.

“Hanum… cepat turun, bantu ibu memasak.” Teriakan ibu membuat jari tanganku berhenti menari diatas notebook biru ku itu. Bagaimanapun perintah ibu merupakan hal yang paling penting diatas segalanya.  Ya, karena bisa saja ibuku itu ngomel-ngomel satu hari penuh hanya karena perintahnya tidak dilaksanakan. Selain itu, aku memang tahu kalau anak yang baik itu memang tidak pernah membantah orang tuanya. “Aduuhh.. semoga aja inspirasi menulisku tidak hilang begitu saja,” gerutuku sambil menyimpan file dokumen. “Iya Bu.. tunggu sebentar.” Aku segera berlari kecil, turun kebawah, melewati tangga demi tangga, sambil berharap semoga inspirasi menulisku tidak hilang begitu saja.

“Lagi apa sih? Betah banget kalo udah diem di kamar.” Aku memang termasuk cewek yang tidak suka bermain keluar rumah. Jadi, setelah semua kegiatan diluarku selesai, aku  hanya ingin berada di rumah, terutama dikamar tercintaku. “Biasa Bu, lagi nulis. Ibu sih malah manggil aku, takut hilang nih inspirasinya,” jawabku sambil mengambil alih pekerjaan ibu. 

Menulis merupakan salah satu kegemaranku, bahkan menurut Ibu, waktu kecil dulu aku memang pandai membuat cerita. Hampir disetiap tembok yang ada di rumah, aku penuhi dengan tulisan dan gambar-gambar. Kata ibu sih, aku pintar sekali membuat gambar Doraemon, salah satu film kartun kesukaanku waktu kecil sampai sekarang. Aku selalu ingin mempunyai keluarga yang bahagia dan saling mencintai. Tidak heran, kalau di tembok rumahku dulu banyak sekali gambar ibu, ayah, kakak dan aku. Walaupun sama sekali tidak mirip, setidaknya aku bisa menggambarkan ilustrasinya, pikirku. Namun hobi menggambarku itu telah kalah dengan hobiku yang lain. Yups, hobi menulis. Dari kecil, ayah dan ibu selalu memberikanku buku diary untuk aku isi dengan kegiatan sehari-hariku. Mungkin kalau aku kumpulkan, sudah ada satu rak penuh buku diary yang aku tulis itu. Semua tentangku dulu, mungkin sebagian kecil tercatat di buku-buku diary yang entah sekarang ada dimana. Tentang keluarga, persahabatan dan cinta.

“Bu, udah beres nih. Aku ke kamar lagi ya, nerusin tulisanku yang terpotong, mumpung masih ada ide nya nih. Oke?” Aku mengedipkan mata, sambil terus berjalan meninggalkan dapur, tanpa menunggu jawaban dari ibu.
Deni, mungkin cowok pertama yang aku suka ketika duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Aneh, tapi memang nyata. Dihadapan semua orang, aku selalu bersikap seolah-olah tidak menyukainya, namun ketika sendiri, aku selalu berangan-angan bersamanya, dengan senyuman yang mungkin kalau ada yang melihatnya, aku bisa dikatakan setengah waras. Deni, hanya sebatas cinta monyetku saja. Karena, memang pada kenyataannya rasa itu hilang begitu saja seiring berjalannya waktu. Dan aku pun mungkin hanya sebatas mengidolakannya saja. Singkat, namun berkesan, itulah yang aku alami bersamanya.

Setelah Deni? Ada Andro, teman SMP ku dulu. Walaupun kami tidak satu sekolah, tetapi sekolah kami sangat berdekatan, dan mungkin berdengkepan. Ini nih cowok yang paling lama dekat denganku. Lima tahun bukan waktu yang cepat kan? Ya, kami dekat hampir lima tahun dan semuanya hambar, ketika aku memutuskan untuk menerima cintanya. Sebelum menerimanya, aku selalu menanti-nantinya untuk menyatakan cintanya kepadaku. Namun, setelah aku benar-benar bersamanya, yang aku rasakan hanyalah sebatas sayang, bukan cinta. Sayang dan cinta tentu berbeda bukan? Aku menyayanginya sebagai kakak, tidak lebih. Jika ada rasa takut kehilangan, mungkin itu hanya takut kehilangan sosok kakak. Andro adalah pacar pertamaku. Aku berani memutuskan untuk menerimanya, setelah keluar dari bangku SMA. Hubungan kami sangat singkat, tidak seperti kedekatan  kami yang bisa bertahun-tahun. 

Drrttt ... drrtt...
Handphoneku bergetar, tanda ada pesan masuk.
Zaky, cowok yang baru ku kenal beberapa hari lalu terus saja menghubungiku.
Hai, lagi apa? Kapan ya bisa ketemu lagi?
-Zaky- (bersambung)

Oleh : Retno Dyah Pekerti


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Saat Foto Box

Anak muda sekarang nggak foto-foto ? hmm... kayaknya kurang gaul deh, soalnya di jaman yang udah canggih ini, difoto itu udah jadi kebiasaan baru bagi remaja sekarang. Ada beberapa tips nih buat kalian yang suka foto box. 1. Pilih tempat yang nyaman Biasanya foto box itu suka ada di tempat-tempat yang ramai, seperti mall, plaza dll. Nah kalian tinggal pilih tempat yang paling menarik perhatian dan tentunya bagus juga. 2. Ajak teman atau orang terdekat kita Pastinya nggak asik dong kalau kita foto-foto sendiri, apalagi kalo difoto box , kesannya itu bakalan nggak hidup, terus kita juga nggak ada temen buat ber-ekspresi. 3. Berganti gaya dengan cepat Kalian harus tau, Foto box nggak seperti foto biasa, jadi setiap satu kali foto, kita harus cepet-cepet ganti gaya lagi, soalnya foto box itu diwaktu. Jadi sebelum kita difoto, kita harus mikirin gaya dan ekspresi apa aja yang bakalan kita tunjukin. 4. Tunjukin gaya yang paling keren Sia-sia dong kalo pas lagi di foto, gaya kita cuma biasa-

One Team, One Spirit, One Goal !!

Pemberian Simulasi Penulisan Salah satu kru layout Xpresi (Imam) mempresentasikan dami buatannya Masih kru layout Xpresi (Teteng Randi) mempresentasikan dami halaman galerinya Reporter Xpresi, belajar wawancara dan membuat artikel Wawancara bertemakan kehidupan anak gank di sekolah Teteng, Imam dan Riko, simulasi membuat dami untuk halaman All crew Xpresi memulai simulasi

Senja dengan Biru

Aneh, menurutku aneh saja tiba-tiba ada wanita yang menghampiriku, mengulurkan tangannya,  duduk disebelahku tanpa dipersilahkan, dan menatap senja bersama-sama. Aku sendirian, dia pun sama. Kami tidak banyak bicara, tetapi kami merasa dekat satu sama lain. Aku mengenal Senja seperti senja yang biasa aku lihat, dia datang dan pergi begitu saja. Kami bertemu, di satu minggu itu kami selalu menatap senja bersama-sama. Kami hanya sebagai penikmat senja, yang kebetulan dipertemukan, atau mungkin memang ditakdirkan untuk bertemu. Ya, aku percaya Pencipta senja itu telah menyusun rencana untuk mempertemukan kami. “Mengapa namamu Senja?” tanyaku tanpa berharap jawaban. Tatapanku tidak bertitik, sesekali memang menoreh kepada Senja, tapi segera ku alihkan kembali kepada senja yang lain ketika dia mulai menyadari sedang diperhatikan. “Aku menyukai senja sejak kecil, orang tuaku juga sama-sama penikmat senja, kami selalu menikmati senja bersama,” ujar gadis bernama Senja itu. Rambutnya ya