Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2012

Dilema Cinta (Part V)

By: Retno Dyah Pekerti   ZAKY ,   bisa kita bertemu sore nanti? Di kafe tempat kamu biasa nongkrong. Aku tunggu jam empat sore. Langsung aku mencari nama Zaky di ponsel hitamku itu. Sepertinya aku sudah mempunyai keputusan. Walaupun aku tidak yakin dengan keputusanku itu. “Semoga aku mengambil keputusan yang baik,” ucapku. Ardan dan kejadian malam itu membuatku berfikir keras, dan akhirnya berani mengambil keputusan. Ibu sudah mulai tenang, ayah mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Walaupun aku melihat ibu tidak percaya dengan apa yang dikatakan ayah, namun akhirnya perempuan yang kini berusia 50 tahun itu memaafkan kesalahan suaminya. Entah   apa yang dipikirkan ibu, beberapa kali ayah meminta maaf, dan semudah itu ibu memaafkannya. Walaupun jelas-jelas ia sudah tidak mempercayai imamnya itu. *** “Ky…” aku mengawali percakapan di kafe itu. Belum banyak pengunjung, karena memang kafe ini biasanya ramai di malam hari. Aku melihat Zaky se

Dibalik Ulang Tahun Tasik ^^

Kecerian itu saya dapatkan salah satunya dari kalian. Bersama crew Xpresi News (dari kiri - Tena, Saya, Rachmi, Ester) Saya tidak kalah muda dari kaliah kan? (Rachmi, Ester) Bahagia itu mudah! Selalu ingin terlihat ceria, walaupun ada sisi gelap dibalik itu semua. Semoga kita selalu bahagia dengan tujuan dan jalan hidup yang berbeda Pusing deh kalau udah dikejar DEADLINE!!

Dilema Cinta (Part IV)

Drrtt.. drrt.. HP ku bergetar diatas tumpukan buku dikamar. Sepulang dari kafe bersama Zaky, HP hitam itu enggan untuk bersuara dan bergetar. Ardan baru membalas pesanku tiga jam kemudian, dan ketika itu aku sudah ingin tertidur. Lagi dirumah Han. Kenapa emang? Dengan polosnya tanpa meminta maaf, Ardan baru membalas pesanku yang aku kirimkan sore tadi. Mood ku seketika itu juga hilang, yang awalnya berniat untuk tidur, aku urungkan dan ingin membalas pesan itu dengan tumpukan kekesalan. Tapi.. apa aku berhak untuk memarahinya?  Akhirnya malam itu aku habiskan dengan kekecewaan yang tidak berujung, tanpa membalas pesan Ardan. Aku teringat Zaky, yang sore tadi menunggu jawaban kepastian dariku. Malam itu aku berfikir keras, untuk memutuskan siapa yang nantinya akan mengisi relung kosong dihati ini. Zaky dengan segala kelebihan dan kekurangannya, perhatian dan pengertiannya selalu membuatku tenang. Ardan dengan sikapnya yang bisa membuat hatiku cepat mencair, tetapi dis

Dilema Cinta (Part III)

SIANG itu tidak banyak kegiatan yang aku lakukan. Hanya bergelumut dengan notebook dan beberapa tumpukkan buku. Udara panas disiang ini membuatku malas untuk pergi keluar. Untung saja siang ini tidak ada jadwal kuliah yang menantiku. Ada beberapa SMS dari Zaky dan Ardan. Ya, Ardan. Cowok baru yang mulai masuk dikehidupanku setelah Zaky. Baik, humoris, mudah bergaul dan pintar. Aku mengenalnya di toko buku yang biasa aku tongkrongi. Kami sama-sama menyukai buku psikologi. Kulitnya yang putih mempunyai kesan tersendiri dimataku. Mata hitam dibalik kacamatanya itu memancarkan sinar berbeda dari laki-laki pada umumnya. Sekilas aku menemukan sosok lelaki yang aku dambakan didalam dirinya. Tidak terlalu banyak gaya, dan mempunyai sikap. Untuk masalah fisik, Zaky memang pemenangnya. Walaupun aku mulai menyukainya, namun entah mengapa, aku tidak mempunyai keyakinan untuk memilihnya menjadi pengisi hatiku. Aku bukan tipikal cewek seperti pada umumnya, yang suka shoping bareng pacar,

Dilema Cinta Part II

ZAKY memang cowok yang baru aku kenal di kelas musikku beberapa hari yang lalu. Dia anak baru di tempat kursus musikku itu. Cukup baik, tampan dan sepertinya pintar. Tidak banyak yang aku tahu darinya, namun sepertinya dia yang selalu ingin tahu tentangku. Selalu menghubungiku, dengan pertanyaan yang menurutku tidak penting. Lagi nulis, nggak tahu! Send...   Seperti biasa, aku membalas pesannya dengan singkat. Anehnya, cowok itu tidak bosan sedikitpun untuk terus menghubungiku. *** Sesekali cobaan Tuhan memang sulit untuk dipahami. Terkadang ingin rasanya untuk menghilang, pergi untuk selamanya, tidak ingin tahu lebih luas tentang dunia yang penuh dengan sandiwara ini. Lagi-lagi ibu dan ayah membuat kepalaku terasa berat. Selalu saja seperti itu, ibu keluar dari kamarnya dengan mata yang sembap. ”Kenapa lagi bu?” tanyaku dengan hati-hati. ”Nggak. Ibu mau keluar dulu sebentar. Kamu jangan kemana-kemana!” Dahiku sedikit mengernyit. ”Mau kemana bu? Udah mau turun huj

Dilema Cinta Part I

Hidup itu memang selalu dihadapkan pada pilihan. Dan dengan pilihan tersebut kita bisa belajar makna dan arti hidup. Dewasa itu ketika kita bisa memutuskan untuk memilih pilihan dan tentunya bertanggung jawab atas pilihan tersebut. Apa yang kita putuskan untuk hidup ini tidak selalu menjadi yang terbaik, namun apa yang Tuhan berikan dihidup ini pasti akan menjadi yang terbaik. Aku Hanum, cewek berusia 19 tahun yang selalu berusaha untuk menerima hidup dengan apa yang diberikan Tuhan. Aku terlahir sebagai wanita sempurna, dengan mempunyai fisik dan keluarga yang bahagia. Sampai diumur 19 tahun ini, banyak sekali hal yang aku temukan, salah satunya adalah cinta. Setiap manusia pasti memiliki rasa ini. Rasa yang diberikan Tuhan untuk kita berikan lagi kepada makhluk ciptaannya. Sampai saat ini, banyak sekali yang memberikanku cinta. Tuhan, orang tua, keluarga, teman-teman, dan… kamu. Ya, kamu berhasil memberikanku warna baru dikehidupanku.  Terkadang cinta itu memang aneh, sulit

Ruang Rindu Part V

Andito terjaga dari tidurnya ketika menerima pesan dari ibu Marini. Ketika Andito terbangun, ternyata Marini sudah tidak ada di ranjangnya. Andito sempat panik, tetapi ketika mendengar suara air di dalam kamar mandi, ia langsung kembali tenang. Berpikir Marini ada di dalamnya. “Rin, gimana sekarang keadaanmu? Maaf aku baru menjengukmu sekarang,” ucap Andito ketika Marini keluar dari kamar mandi. Wajah Marini terlihat sangat datar, seperti tidak memperdulikan Andito. Tetapi di dalam lubuk hatinya, Marini senang karena Andito bisa pulang untuk menjenguknya. Jujur, Marinipun merasa rindu dan sangat kehilangan karena ia tidak bisa sedekat dulu dengannya. “Ya nggak apa-apa. Makasih,” Marini menjawab ucapan Andito singkat. Andito membantu Marini untuk berbaring kembali di tempat tidurnya. Walaupun Marini menolaknya, tetapi ia tetap bersi tegang untuk membantunya. Untuk beberapa menit tidak ada percakapan diantara keduanya, mereka terlarut dalam pikiran masing-masing dan canggung untuk mengel

Ruang Rindu Part IV

Beberapa minggu setelah kedatangan Andito ke Tasik, Marini jatuh sakit. Karena hampir di sepanjang apa yang dilakukannya tidak pernah luput dari bayangan Andito. Andito memang cowok pertama yang bisa membuat Marini seperti itu. Entah apa yang telah cowok itu berikan, namun Marini memang tidak bisa melupakannya. Setelah dikabari oleh Sheila bahwa Marini sedang dirawat di rumah sakit, Andito langsung panik dan bergegas pulang. Satu hari pun tidak pernah Andito lewatkan untuk sekedar memberikan pesan singkat ke Marini. Ada beberapa pesan yang dia balas, namun balasan pesannya itu hanya sekedar kata-kata “ya” dan “oke” saja, tidak lebih. Andito berangkat Senin sore dari Bandung. Tidak banyak yang dia bawa, hanya laptop dan buku-buku tugas. Ya, walaupun Marini sangat penting baginya, bukan berarti tugas-tugas kuliah harus ia lewatkan begitu saja. Sesampainya di terminal, Andito langsung mengirim pesan singkat kepada Sheila, untuk menanyakan nomor kamar dimana Marini dirawat. Dikamar

Ruang Rindu Part III

“Awalnya aku mau ngomong baik-baik sama kamu Rin, tapi kamu malah bikin aku emosi. Aku ke sini bela-belain datang untuk kamu tahu!” ucap Andito tidak mau disalahkan. “Memangnya aku nyuruh kamu datang ke sini Dit? Enggak! Silakan saja kamu sibuk sama kegiatanmu itu. Bukannya aku tidak penting untuk kamu kan?” air mata Marini mulai jatuh. Hening beberapa saat. Keduanya terlarut dalam pikiran masing-masing. Marini menghapus air matanya dan Andito duduk termenung dalam kesendirian. “Oke, aku minta maaf Rin. Aku mengaku salah, tapi please.. jangan membuatku menjadi orang bodoh seperti ini Rin,” rengeknya. “Kenapa mesti minta maaf? Kamu nggak salah kok Dit. Seharusnya dari awal aku sudah tahu nantinya akan seperti ini. Tapi jujur, aku udah nggak tahan Dit,” Marini menundukkan kepalanya. “Please Rin, aku nggak mau kehilangan kamu. Aku janji, aku bakalan berusaha untuk bisa lebih mengerti kamu. Beri aku kesempatan satu kali lagi Rin.” “Satu kali? Aku udah kasih kamu kesempatan beberapa kali Di

Ruang Rindu Part II

Pesan singkat Andito terbaca keesokan harinya. Ya, tangis Marini sampai membuatnya tertidur dan HP nya lupa untuk dinyalakan kembali. Membaca pesan Andito, membuat Marini semakin bersedih dan menyesal. Tapi sayangnya Marini pun tidak ingin menarik keputasannya itu. Walaupun tidak tahan ingin membalasnya, tetapi Marini berhasil untuk menghapus pesan Andito itu, bahkan semua pesan dan nomor konataknya telah ia hapus. “Maaf Dit, tapi kayaknya aku bener-bener capek dengan hubungan ini,” keluh Marini. Andito memang tidak diam begitu saja, dengan sikap Marini yang tiba-tiba memutuskannya, dia selalu berusaha untuk menghubungi Marini. Tapi, Marini tetap saja enggan untuk mengangkat atau bahkan membalas pesannya itu. Marini sempat berpikir untuk mengganti nomor HP-nya, tetapi niat itu berhasil ia urungkan, mengingat nomor yang dia pakai itu adalah nomor dari sejak ia SMP, jadi hampir semua orang yang mengenalnya itu hanya mengetahui nomor yang ia pakai sekarang. Karena Andito tidak ingin hubun