“Udahlah terserah kamu aja, aku capek sama hubungan ini!” Marini langsung mematikan handphone-nya. Sudah seminggu hubungan Marini dan Andito sedang tidak baik. Hubungan jarak jauh memang tidak mudah, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Jangankan hubungan jarak jauh, hubungan wajar yang sering bertemu pun memang terkadang terasa sulit dijalani kalau keduanya tidak saling mengerti.
Setelah lulus SMA, Andito melanjutkan kuliahnya di Bandung, sedangkan Marini tetap berada di kota kelahirannya di Tasikmalaya. Andito cowok yang cukup tampan dan nggak sedikit cewek yang mengejar-ngejarnya. Dan karena kepintarannya pun membuat Andito sering dikerubuti banyak cewek semasa sekolahnya.
Marini? Cewek biasa, tetapi mempunyai daya tarik yang cukup kuat. Mungkin karena dia mudah bergaul, cewek ini banyak disukai oleh orang, dan tentunya jumlah temannya pun tidak sedikit.
Andito dan Marini berhubungan sudah cukup lama, dari SMA mereka memang sudah dekat, namun mereka baru berani menjalin hubungan ketika kelas 3 SMA setelah ujian negara berlangsung. Itu pun karena pengaruh teman-temannya yang sengaja ingin melihat mereka menjalin hubungan.
Marini terkenal cewek tomboy dan teman-temannya memang lebih banyak cowok dibanding cewek. Sebaliknya, Andito adalah sosok cowok yang terkesan cool dan tidak banyak tingkah. Kesehariannya hanya dipenuhi dengan buku dan cowok itu lebih senang menyendiri dibanding berada di kerumunan banyak orang.
Telepon yang Marini matikan segera tersambung kembali, karena Andito menelponnya ulang. “Kamu selalu aja gini, mengambil keputusan tanpa dipikir-pikir lagi. Seharusnya kamu itu lebih dewasa Rin,” Andito membalas ucapan Marini dengan nada yang tinggi.
“Oke, kamu nggak suka sama sifat aku kan? Ya udah hubungan kita sampai sini aja, percuma kalau dilanjutin juga, kamu selalu sibuk sendiri,” suara Marini tidak kalah tinggi.
“Nggak! Kamu lagi emosi, keputusan kamu itu cuma karena kamu marah,” timpal Andito.
“Terserah, terserah kamu mau bicara apa, terserah kamu mau anggap ini benar atau tidak. Aku capek!” lagi-lagi marini mematikan sambungan teleponnya.
Untuk kali ini, Marini benar-benar marah, dan dia tidak bercanda dengan keputusan yang dibuatnya itu. Walaupun dia akan sedikit menyesal dengan keputusannya, tetapi penyesalan itu tidak berarti dibanding dengan semua permasalahan yang menimpa hubungan mereka itu.
Kamu baik Dit, kamu juga bisa mengajarkanku banyak hal. Fisik kamu memang sempurna, tetapi sifat kamu itu yang membuatku capek dan ingin mengakhiri hubungan ini. Mungkin aku memang egois, tetapi aku butuh hubungan yang baik, aku ingin hubungan kita itu sama seperti orang lain. Bukan karena aku tidak kuat dengan hubungan jarak jauh ini, tetapi kamu juga harus bisa mengerti aku.
Kalimat-kalimat itu keluar dengan sendirinya di bibir mungil yang basah karena tetesan air matanya sendiri. Setelah menutup telepon Andito, Marini mamatikan HP-nya dan menangis disudut kamar sambil mencengkeram boneka pemberian kekasihnya itu.
Marini memang sangat menyayangi Andito, karena baginya hanya Andito yang bisa merebut hatinya. Tetapi disisi lain, Andito juga satu-satunya cowok yang bisa membuatnya menangis dan selalu membuatnya merasa menyesal. Andito yang bisa mengerti masalah keluarga dan teman-temannya.
“Andito.. Andito.. Andito.. kenapa sih nama itu selalu ada di pikiranku? Kenapa sih aku bisa jatuh cinta sama dia? Kenapa sihh???,” Marini mengacak-ngacak rambutnya sendiri, dan memukuli boneka pemberian Andito.
Aku nggak akan pernah mau mutusin hubungan kita. Aku bakalan tunggu sampai kamu merasa lebih baik lagi. Aku sayang kamu Rin, really miss you and forever. (bersambung)
Oleh : Retno Dyah Pekerti
Komentar
Posting Komentar