“Awalnya aku mau ngomong baik-baik sama kamu Rin, tapi kamu malah bikin aku emosi. Aku ke sini bela-belain datang untuk kamu tahu!” ucap Andito tidak mau disalahkan.
“Memangnya aku nyuruh kamu datang ke sini Dit? Enggak! Silakan saja kamu sibuk sama kegiatanmu itu. Bukannya aku tidak penting untuk kamu kan?” air mata Marini mulai jatuh.
Hening beberapa saat. Keduanya terlarut dalam pikiran masing-masing. Marini menghapus air matanya dan Andito duduk termenung dalam kesendirian.
“Oke, aku minta maaf Rin. Aku mengaku salah, tapi please.. jangan membuatku menjadi orang bodoh seperti ini Rin,” rengeknya.
“Kenapa mesti minta maaf? Kamu nggak salah kok Dit. Seharusnya dari awal aku sudah tahu nantinya akan seperti ini. Tapi jujur, aku udah nggak tahan Dit,” Marini menundukkan kepalanya.
“Please Rin, aku nggak mau kehilangan kamu. Aku janji, aku bakalan berusaha untuk bisa lebih mengerti kamu. Beri aku kesempatan satu kali lagi Rin.”
“Satu kali? Aku udah kasih kamu kesempatan beberapa kali Dit, tapi apa hasilnya? Nothing! Aku malah tambah sakit Dit.”
“Maaf…..” lagi-lagi Andito meminta maaf.
“Sudahlah kamu pulang saja, jangan biarkan kegiatan kamu menumpuk cuma gara-gara aku,” Marini mulai beranjak pergi meninggalkan Andito.
“Riinnnnn……,” teriak Andito parau.
Sayang, panggilan Andito itu tidak membuat Marini menoleh sedikit pun. Dia pergi meninggalkan Andito begitu saja. Andito hanya bisa diam dan pasrah dengan sikap Marini terhadapnya.
“Maafkan aku Dit,” desah Marini sambil berjalan.
Walaupun Marini meninggalkan Andito, tetapi dia tidak kembali ke acara tersebut, dia memilih untuk pulang ke rumahnya.
‘Git, maaf, aku nggak bisa balik lagi ke acara. Aku kurang enak badan. Sampaikan juga ke yang lainnya ya.’
“Memangnya aku nyuruh kamu datang ke sini Dit? Enggak! Silakan saja kamu sibuk sama kegiatanmu itu. Bukannya aku tidak penting untuk kamu kan?” air mata Marini mulai jatuh.
Hening beberapa saat. Keduanya terlarut dalam pikiran masing-masing. Marini menghapus air matanya dan Andito duduk termenung dalam kesendirian.
“Oke, aku minta maaf Rin. Aku mengaku salah, tapi please.. jangan membuatku menjadi orang bodoh seperti ini Rin,” rengeknya.
“Kenapa mesti minta maaf? Kamu nggak salah kok Dit. Seharusnya dari awal aku sudah tahu nantinya akan seperti ini. Tapi jujur, aku udah nggak tahan Dit,” Marini menundukkan kepalanya.
“Please Rin, aku nggak mau kehilangan kamu. Aku janji, aku bakalan berusaha untuk bisa lebih mengerti kamu. Beri aku kesempatan satu kali lagi Rin.”
“Satu kali? Aku udah kasih kamu kesempatan beberapa kali Dit, tapi apa hasilnya? Nothing! Aku malah tambah sakit Dit.”
“Maaf…..” lagi-lagi Andito meminta maaf.
“Sudahlah kamu pulang saja, jangan biarkan kegiatan kamu menumpuk cuma gara-gara aku,” Marini mulai beranjak pergi meninggalkan Andito.
“Riinnnnn……,” teriak Andito parau.
Sayang, panggilan Andito itu tidak membuat Marini menoleh sedikit pun. Dia pergi meninggalkan Andito begitu saja. Andito hanya bisa diam dan pasrah dengan sikap Marini terhadapnya.
“Maafkan aku Dit,” desah Marini sambil berjalan.
Walaupun Marini meninggalkan Andito, tetapi dia tidak kembali ke acara tersebut, dia memilih untuk pulang ke rumahnya.
‘Git, maaf, aku nggak bisa balik lagi ke acara. Aku kurang enak badan. Sampaikan juga ke yang lainnya ya.’
Marini mengirimkan pesan ke Inggit, teman satu timnya.
Setelah bertemu Andito, perasaan Marini jadi tidak menentu. Mungkin karena bimbang dan merasa bersalah. Untungnya, kawan satu timnya itu mengerti dengan apa yang dia rasakan.
‘Jadi, kamu nggak bakalan maafin aku Rin? Kamu mau hubungan kita sampai disini aja? Kamu nggak sayang sama aku? Terus semua yang pernah kita lewati, akan kamu lupakan begitu saja?’ Kali ini, Andito mengirimkan wall ke dinding Facebooknya Marini. Berharap, dia akan membaca, dan semua teman-temannya akan membantu untuk memperbaiki hubungannya.
Benar saja, yang mengomentari wall itu bukan satu atau dua tiga orang, tetapi hampir semua teman baik Marini mengomentarinya. Dan komentarnya, tentu saja mereka ingin melihat hubungan Andito dan Marini kembali membaik lagi.
Mungkin karena banyak orang yang ramai mengomentari wall Andito, membuat Marini tergerak untuk menuliskan beberapa kalimat di wall nya tersebut.
‘Kalian nggak ngerti aku, kalian nggak tahu bagaimana perasaanku. Jadi lebih baik kalian diam saja. Biarkan aku untuk tenang dan melupakan semuanya.’
Komentar Marini tersebut membuat hati Andito sangat terpukul. Kali ini dia benar-benar merasa bersalah. “Ternyata kamu benar-benar marah Rin,” ucap Andito sedih. (bersambung)
Setelah bertemu Andito, perasaan Marini jadi tidak menentu. Mungkin karena bimbang dan merasa bersalah. Untungnya, kawan satu timnya itu mengerti dengan apa yang dia rasakan.
‘Jadi, kamu nggak bakalan maafin aku Rin? Kamu mau hubungan kita sampai disini aja? Kamu nggak sayang sama aku? Terus semua yang pernah kita lewati, akan kamu lupakan begitu saja?’ Kali ini, Andito mengirimkan wall ke dinding Facebooknya Marini. Berharap, dia akan membaca, dan semua teman-temannya akan membantu untuk memperbaiki hubungannya.
Benar saja, yang mengomentari wall itu bukan satu atau dua tiga orang, tetapi hampir semua teman baik Marini mengomentarinya. Dan komentarnya, tentu saja mereka ingin melihat hubungan Andito dan Marini kembali membaik lagi.
Mungkin karena banyak orang yang ramai mengomentari wall Andito, membuat Marini tergerak untuk menuliskan beberapa kalimat di wall nya tersebut.
‘Kalian nggak ngerti aku, kalian nggak tahu bagaimana perasaanku. Jadi lebih baik kalian diam saja. Biarkan aku untuk tenang dan melupakan semuanya.’
Komentar Marini tersebut membuat hati Andito sangat terpukul. Kali ini dia benar-benar merasa bersalah. “Ternyata kamu benar-benar marah Rin,” ucap Andito sedih. (bersambung)
Oleh: Retno Dyah Pekerti
Komentar
Posting Komentar