Langsung ke konten utama

Dilema Cinta (Part V)


By: Retno Dyah Pekerti
 
ZAKY,  bisa kita bertemu sore nanti? Di kafe tempat kamu biasa nongkrong. Aku tunggu jam empat sore.

Langsung aku mencari nama Zaky di ponsel hitamku itu. Sepertinya aku sudah mempunyai keputusan. Walaupun aku tidak yakin dengan keputusanku itu. “Semoga aku mengambil keputusan yang baik,” ucapku.
Ardan dan kejadian malam itu membuatku berfikir keras, dan akhirnya berani mengambil keputusan. Ibu sudah mulai tenang, ayah mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Walaupun aku melihat ibu tidak percaya dengan apa yang dikatakan ayah, namun akhirnya perempuan yang kini berusia 50 tahun itu memaafkan kesalahan suaminya. Entah  apa yang dipikirkan ibu, beberapa kali ayah meminta maaf, dan semudah itu ibu memaafkannya. Walaupun jelas-jelas ia sudah tidak mempercayai imamnya itu.
***

“Ky…” aku mengawali percakapan di kafe itu.
Belum banyak pengunjung, karena memang kafe ini biasanya ramai di malam hari. Aku melihat Zaky sedikit canggung, biasanya dia yang selalu mengawali percakapan. Dari raut mukanya, sepertinya Zaky sedang ada masalah.

“Iya Han... ada apa?” Zaky menjawab dengan menundukkan kepalanya. Kali ini aku benar-benar tidak mengenali anak itu. Sepertinya ada yang telah disembunyikan Zaky kepadaku.
“Kamu kenapa Ky? Sakit?” tanganku dengan sendirinya memegang dahi laki-laki didepanku itu. “Suhunya stabil, lantas kenapa dia seperti orang sakit?” ucapku dalam hati.

Aku kaget, ketika Zaky tiba-tiba memegang erat tanganku. Aku semakin bingung dan tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi di sekitarku ini. Zaky mengelus pipiku, dan berkata pelan, nyaris tidak terdengar. “Aku menyangimu Hanum. Aku akan menjagamu!” Dan dia langsung melepaskan genggaman tangannya.
“Ky.. kamu belum menjawabku. Kamu kenapa?” kali ini, giliran aku menggenggam erat  tangannya. Desiran darah mengalir hangat di tubuhku. Sepertinya Zaky juga merasakan apa yang aku rasakan. Sungguh, aku baru merasakan perasaan seperti ini bersamanya. Aku membiarkan Zaky menyelusup jemariku, dan sepertinya aku semakin yakin dengan keputusan yang akan kubuat ini. “Ky…” aku bergeming, dan siap melanjutkan perkataan selanjutnya. 

“Aku menerimamu.” Zaky menatapku tidak percaya. Matanya menyelusup berbalik menatapku. Aku memberanikan diri untuk membalas menatapnya. Dan aku terkejut, ketika menyadari ada sosok Ardan di mata hitamnya itu. Zaky menyadari perubahan sikapku.
Aku berusaha melepaskan tangan dari gengamannya, namun Zaky lebih kuat. Ia menatapku tajam, mencoba menjelaskan semuanya dari mata hitam yang dimilikinya. Aku tertunduk lemas, dan tidak ingin melihat apa yang sedang ia lakukan. 

“Aku tahu Han. Dan maaf, selama ini aku tidak menceritakannya.” Akhirnya ia berucap dan mulai melepaskan tanganku. Tubuhku melemas, nyaris tidak percaya dengan apa yang baru ku dengar. Walaupun Zaky tidak mengatakannya dengan jelas, tetapi aku tahu maksud dari perkataannya itu. “Ky..”
“Iya Han. Aku dan Ardan memang bersaudara. Maaf aku tidak menceritakan sebelumnya.”

Dadaku seperti sedang dipukuli oleh beberapa penjahat yang akan merampas semua yang aku miliki. Air mataku jatuh dengan sendrinya, dan aku terkulai lemas di kursi sudut kafe itu. Hening, sepertinya semua orang sedang membodohiku, dan mereka tersenyum sinis melihatku lemah. Aku tidak percaya dengan apa yang dikatakan Zaky. Tetapi, kenyataan mengalahkan semua ketidak percayaanku itu. Zaky mendekat, dan memelukku erat. Dia tidak henti berkata maaf. Aku mendengarnya.

Ponsel yang bergetar di celana jeansku membuatku sadar, dan ingin melepaskan pelukan Zaky. Aku berhasil kembali ke alam sadarku, dan mulai menerima kata demi kata yang dikeluarkan Zaky. Sebelum aku berkata memaafkannya, Zaky sudah lebih dulu memberikan penjelasan kepadaku. Diam, hanya itu yang bisa ku lakukan. Diam seperti patung, dan mendengarkan semua penjelasannya. 

Ternyata Zaky dan Ardan adalah saudara, dan aku telah mencintai keduanya. Sejak kecil mereka memang telah berpisah. Orangtuanya bercerai, Zaky ikut dengan mamanya, dan Ardan pindah keluar kota bersama papanya. Jelas saja mereka seperti bukan saudara, karena memang hubungan keduanya itu tidak baik. Zaky terlanjur membenci papanya, karena ia telah menelantarkan mama dan dirinya. Sedangkan Ardan, memang membenci Zaky dari kecil karena mamanya lebih menyayangi Zaky dibanding dirinya.

Ucapan Zaky, seperti tamparan terbesar dalam hidupku. Tidak terpikir sama sekali, aku bisa mencintai dua lelaki yang mempunyai hubungan satu darah. Bagiku, Ardan merupakan sosok yang aku dambakan, namun Zaky adalah lelaki baik yang bisa merubah hidupku menjadi lebih berwarna.

”Han... kamu mau maafin aku kan?” Suasana hening di kafe itu masih terasa. Kami berdua diam, Zaky menunggu jawabanku, dan aku sendiri masih berusaha untuk menerima semua yang dikatakannya. ”Han.. aku tidak ingin kamu bersamanya. Kamu terlalu baik untuknya, walaupun aku juga belum tentu baik untukmu.” 

”Ky.. aku ngerti. Dan maaf, kalau selama ini aku sering manyakitimu dengan cerita-ceritaku bersama Ardan. Aku nggak tahu kalau kamu juga menyukaiku, dan tidak pernah terrfikir sedikitpun kalau kalian itu bersaudara.” Lagi-lagi Zaky menarik tanganku, dan kali ini genggamannya terlihat lebih kaku dan ragu. Aku meyakinkannya dengan membalas gengamannya. Kali ini, aku yang menyelinap masuk kedalam jemari dan matanya. Senyuman manis Zaky membuatku semakin kuat untuk tetap bersamanya. Desiran darah ini, seperti mendukungku untuk selalu bersamanya. Hangat, kali ini suasana lebih hangat, dan aku membalas senyuman Zaky dengan lesung pipi yang aku punya. 

Zaky mendekat, memelukku erat, mengelus rambutku dengan jemarinya yang kuat. ”Aku mencintaimu Hanum... aku nggak mau kehilangan kamu. Tetaplah bersamaku seperti ini.” ucapannya persis di telingaku. Entah mengapa sore itu, seluruh jiwaku luluh bersamanya. Ternyata aku benar-benar mencintainya. ”Ky.. i love you” balasku singkat, penuh keyakinan. (tamat)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Saat Foto Box

Anak muda sekarang nggak foto-foto ? hmm... kayaknya kurang gaul deh, soalnya di jaman yang udah canggih ini, difoto itu udah jadi kebiasaan baru bagi remaja sekarang. Ada beberapa tips nih buat kalian yang suka foto box. 1. Pilih tempat yang nyaman Biasanya foto box itu suka ada di tempat-tempat yang ramai, seperti mall, plaza dll. Nah kalian tinggal pilih tempat yang paling menarik perhatian dan tentunya bagus juga. 2. Ajak teman atau orang terdekat kita Pastinya nggak asik dong kalau kita foto-foto sendiri, apalagi kalo difoto box , kesannya itu bakalan nggak hidup, terus kita juga nggak ada temen buat ber-ekspresi. 3. Berganti gaya dengan cepat Kalian harus tau, Foto box nggak seperti foto biasa, jadi setiap satu kali foto, kita harus cepet-cepet ganti gaya lagi, soalnya foto box itu diwaktu. Jadi sebelum kita difoto, kita harus mikirin gaya dan ekspresi apa aja yang bakalan kita tunjukin. 4. Tunjukin gaya yang paling keren Sia-sia dong kalo pas lagi di foto, gaya kita cuma biasa-

One Team, One Spirit, One Goal !!

Pemberian Simulasi Penulisan Salah satu kru layout Xpresi (Imam) mempresentasikan dami buatannya Masih kru layout Xpresi (Teteng Randi) mempresentasikan dami halaman galerinya Reporter Xpresi, belajar wawancara dan membuat artikel Wawancara bertemakan kehidupan anak gank di sekolah Teteng, Imam dan Riko, simulasi membuat dami untuk halaman All crew Xpresi memulai simulasi

Senja dengan Biru

Aneh, menurutku aneh saja tiba-tiba ada wanita yang menghampiriku, mengulurkan tangannya,  duduk disebelahku tanpa dipersilahkan, dan menatap senja bersama-sama. Aku sendirian, dia pun sama. Kami tidak banyak bicara, tetapi kami merasa dekat satu sama lain. Aku mengenal Senja seperti senja yang biasa aku lihat, dia datang dan pergi begitu saja. Kami bertemu, di satu minggu itu kami selalu menatap senja bersama-sama. Kami hanya sebagai penikmat senja, yang kebetulan dipertemukan, atau mungkin memang ditakdirkan untuk bertemu. Ya, aku percaya Pencipta senja itu telah menyusun rencana untuk mempertemukan kami. “Mengapa namamu Senja?” tanyaku tanpa berharap jawaban. Tatapanku tidak bertitik, sesekali memang menoreh kepada Senja, tapi segera ku alihkan kembali kepada senja yang lain ketika dia mulai menyadari sedang diperhatikan. “Aku menyukai senja sejak kecil, orang tuaku juga sama-sama penikmat senja, kami selalu menikmati senja bersama,” ujar gadis bernama Senja itu. Rambutnya ya