Langsung ke konten utama

Semanis Coklat Part III

Siang itu di kantin, aku bercerita banyak ke Seno. Cukup membantu meringankan bebanku, karena Seno bisa diajak untuk bercerita, ya walaupun orangnya sedikit aneh. Aku bercerita mulai dari awal pertama mengenal Maya sampai akhirnya kita berpisah.
Memang kesalahan itu ada padaku, aku terlalu cuek untuk hal-hal seperti itu. Dari dulu Maya memang gadis yang cantik, anggun dan ramah. Hampir ke semua orang Maya itu ramah, bahkan ketika ada orang yang menjahatinya pun, dia tetep baik, nggak ada rasa dendam di hatinya.
Fisikly dia sempurna, nggak sedikit juga orang yang suka padanya. Mungkin aku termasuk cowok bodoh yang mau menyianyiakan cewek seperti itu. Tapi sudahlah, toh semuanya sudah berlalu dan sekarang aku mau semuanya berubah, aku mau dekat lagi dengan dia, aku ingin mengenal, menyanyangi dan memiliki gadis seperti Maya. Saat ini harapanku hanya itu saja, ingin bertemu lagi dengan sosok gadis yang pernah mengagumiku semasa SMP.
***
Huh.. kok Maya belum membalas SMS ku dari kemarin ya? Apa dia sibuk, atau karena dia memang nggak mau kenal lagi sama aku? Berbagai pertanyaan muncul di benakku saat ini. Aku memang kesal karena Maya nggak membalas SMS ku. Padahal aku belum menyebutkan identitasku.
“Ahh Maya, kamu bener-bener bikin aku pusing,” gerutuku kesal.
Sem, liburan semester kali ini kita pergi ke puncak bareng anak-anak yuk?
SMS dari Seno menyadarkanku.
“Oh iya, minggu depan udah mulai libur semester, aku baru ingat. Hmm.. liburan semester, kayaknya asyik juga tuh kalo pergi ke Bekasi, sekalian nengok kampung halaman, sekalian juga bisa ketemu sama Maya,” pikirku setelah membuka SMS dari Seno. Tapi memang iya, sebelum aku ingat libur semester, aku udah punya niat datang ke Bekasi. Langsung aja aku menolak ajakan Seno.
Enggak ah Sen, gue mau main ke Bekasi. Haha
Langsung ku tekan tombol send di HP kesayanganku itu.
Belum juga nyampe Bekasi, tapi aku udah berpikir segala macem, terutama berpikir tentang Maya. Ah aku udah nggak sabar ketemu sama cewek itu. Tapi… aduh… aku kan nggak tau rumahnya itu di mana, kata Rudi si Maya rumahnya udah pindah. Aduhh gimana ya? Apa aku nyari tau sendiri aja? Nggak mungkin banget deh, Bekasi itu kan gede masa aku harus nyari satu persatu daerahnya sih.
Oh iya.. Rudi… kenapa aku nggak nyuruh dia aja buat tanyain ke temennya itu ya. Bego banget deh gue.
Kali ini aku yang bakalan telpon dia, supaya nggak ada alasan buat matiin HP. Cepat-cepat aku cari nama Rudi di HP ku.
Nah.. ini dia. Tanpa pikir panjang, cepat-cepat aku menelponnya.
Lama banget sih itu orang angkat teleponnya, lagi apa sih?
Aku kesal menunggu jawaban telpon dari Rudi.
Setelah beberapa kali aku telpon, akhirnya dia angkat juga telepon dariku. Tanpa menunggu jawaban dari Rudi, aku langsung mencacinya karena kesal.
“Kemana aja sih loe? Angkat telpon aja lamanya kayak se-abad. Nggak suka ya kalo gue telpon?” seperti biasa, kalau lagi kesal, aku memang nggak bisa mengendalikan emosi.
“Sabar bro.. tadi gue ada perlu dulu, si HP gue taro di tas, jadi kagak tau ada loe telpon. Sewot bener loe,” Rudi membalas cerocosku.
“So sibuk loe,” aku membalas jutek.
“Ah loe marah-marah mulu. Ada apa sih?” nada Rudi mulai mengeras, mungkin karena kesal padaku.
“Iya maaf Rud, elo sih lama banget angkat telponnya. Gue mau minta tolong lagi nih, boleh ya?” aku minta maaf sambil meminta bantuan lagi. Kalau di pikir-pikir aku seperti nggak punya malu, udah mara-marah, eh ujung-ujungnya malah minta tolong.
“Hmm… mau minta tolong apa lagi loe?” jawab Rudi, masih dengan nada ketus.
“Aduh gue jadi malu nih. Gue mau minta tolong tanyain alamat si Maya ke temen loe itu. Kira-kira bisa nggak?” Aku mulai nggak enak hati sama Rudi.
“Hmm.. gue usahain, tapi nggak janji ya? Emang ada apa? Loe mau kesini?” nada bicara Rudi mulai biasa lagi.
“Iya, rencananya minggu depan pas libur semester, gue mau main kesana. Sekalian pengen ketemu si Maya juga, hehehe,”
“Ah dasar loe, bilang aja mau kesini buat si Maya. Iya kan?” Rudi menebak maksudku. (bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Saat Foto Box

Anak muda sekarang nggak foto-foto ? hmm... kayaknya kurang gaul deh, soalnya di jaman yang udah canggih ini, difoto itu udah jadi kebiasaan baru bagi remaja sekarang. Ada beberapa tips nih buat kalian yang suka foto box. 1. Pilih tempat yang nyaman Biasanya foto box itu suka ada di tempat-tempat yang ramai, seperti mall, plaza dll. Nah kalian tinggal pilih tempat yang paling menarik perhatian dan tentunya bagus juga. 2. Ajak teman atau orang terdekat kita Pastinya nggak asik dong kalau kita foto-foto sendiri, apalagi kalo difoto box , kesannya itu bakalan nggak hidup, terus kita juga nggak ada temen buat ber-ekspresi. 3. Berganti gaya dengan cepat Kalian harus tau, Foto box nggak seperti foto biasa, jadi setiap satu kali foto, kita harus cepet-cepet ganti gaya lagi, soalnya foto box itu diwaktu. Jadi sebelum kita difoto, kita harus mikirin gaya dan ekspresi apa aja yang bakalan kita tunjukin. 4. Tunjukin gaya yang paling keren Sia-sia dong kalo pas lagi di foto, gaya kita cuma biasa-

One Team, One Spirit, One Goal !!

Pemberian Simulasi Penulisan Salah satu kru layout Xpresi (Imam) mempresentasikan dami buatannya Masih kru layout Xpresi (Teteng Randi) mempresentasikan dami halaman galerinya Reporter Xpresi, belajar wawancara dan membuat artikel Wawancara bertemakan kehidupan anak gank di sekolah Teteng, Imam dan Riko, simulasi membuat dami untuk halaman All crew Xpresi memulai simulasi

Senja dengan Biru

Aneh, menurutku aneh saja tiba-tiba ada wanita yang menghampiriku, mengulurkan tangannya,  duduk disebelahku tanpa dipersilahkan, dan menatap senja bersama-sama. Aku sendirian, dia pun sama. Kami tidak banyak bicara, tetapi kami merasa dekat satu sama lain. Aku mengenal Senja seperti senja yang biasa aku lihat, dia datang dan pergi begitu saja. Kami bertemu, di satu minggu itu kami selalu menatap senja bersama-sama. Kami hanya sebagai penikmat senja, yang kebetulan dipertemukan, atau mungkin memang ditakdirkan untuk bertemu. Ya, aku percaya Pencipta senja itu telah menyusun rencana untuk mempertemukan kami. “Mengapa namamu Senja?” tanyaku tanpa berharap jawaban. Tatapanku tidak bertitik, sesekali memang menoreh kepada Senja, tapi segera ku alihkan kembali kepada senja yang lain ketika dia mulai menyadari sedang diperhatikan. “Aku menyukai senja sejak kecil, orang tuaku juga sama-sama penikmat senja, kami selalu menikmati senja bersama,” ujar gadis bernama Senja itu. Rambutnya ya