Langsung ke konten utama

Serpihan Masa Lalu (Part IV)

Malam itu aku tutup dengan deraian air mata lagi, aku masih sangat sulit untuk menghapus kenangan-kenangan masa lalu dan menerima kenyataan sekarang. Walaupun aku tahu Tuhan selalu ada di sisiku dan Ia akan memberikan jalan yang terbaik. Aku juga tahu, suatu saat kemenangan pasti akan menghampiriku, asalkan aku kuat menjalani semua rintangannya.

“Tuhan.. terimakasih untuk hari ini, semoga esok lebih baik, baik, dan baik lagi. Semoga aku bisa menghadapi semuanya, Amin,” doaku sebelum tidur.
***
Suara kumandang adzan di HP touchscreen itu, berhasil membangunkan tidur singkatku. Ya, aku hanya tertidur sekitar 4 jam. Tidur malam yang sangat singkat bukan? Insomniaku kembali melanda malam-malam sepiku, ia selalu menghampiriku ketika seluruh orang rumah sudah tertidur lelap dan ia juga berhasil membuatku merasa kesepian dan sendiri lagi.

“Masih subuh,” gumamku.
pagi itu terasa sangat dingin, dan dengan sendirinya tanganku menarik selimbut lebih keatas, hampir menutupi kepalaku. “Benar-benar dingin,” ucapku masih menutup mata.

Pagi-pagi dengan cuaca yang dingin memang membuatku sangat malas untuk memulai aktivitas. Padahal hari ini banyak yang mesti aku kerjakan, belum lagi jadwal kuliah yang sangat padat, membuatku semakin malas untuk memulai hari di pagi ini. Aku mulai beranjak dari tempat tidur, ketika mama menyalakan lampu kamarku dan menyuruhku untuk segera bangun. Malas? Itu sudah pasti, tetapi aku tidak kuasa untuk menolak perintah mamaku itu, bisa-bisa aku di ceramahi sampai siang, hehehe.

Kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi, memutar keran untuk mulai berwudlu dan dilanjutkan shalat. Di dalam shalat subuh ku itu, aku meminta untuk menjadi orang yang kuat dan mampu menerima semua apa yang Ia kehendakkan.

“Hari ini harus semangat, nggak boleh banyak mengeluh, nggak boleh bersedih apalagi menjatuhkan air mata lagi. Aku mampu, dan aku pasti bisa!” lagi-lagi aku menyemangati diri sendiri.

Pagi itu ada satu pesan masuk di HP ku, aku pikir Dimas, tapi ternyata bukan. Yang masuk itu adalah pesan dari sahabatku, ia mengingatkanku untuk membawa tugas kuliah Statistika nanti. “Ahh.. tugas lagi,” keluhan pertamaku di pagi hari.

Sulit sekali untuk satu hari saja tidak mengeluh, pasti di setiap hari itu selalu ada keluhan yang tidak berarti, yang hanya membuatku semakin melemah. God, I need support, please !!

Tuhan memang sangat baik, memang benar, Ia selalu menolong dan mengabulkan setiap permintaan umatnya, asalkan kita berusaha dan tidak henti-hentinya untuk meminta pertolongan kepadaNya. Tuhan memberikanku orang yang bisa membuatku bangkit dan sedikit melupakan kesedihanku. Dimas, ya memang dia yang dikirimkan Tuhan untuk memberikanku semangat di hari ini. Pagi ini, Dimas menelponku, dan aku sangat bahagia.

“Pagi Mil.. kamu sudah bangun?” dia mengawali percakapan di telpon itu.
Aku agak sedikit heran, kenapa pagi-pagi begini Dimas menelponku. Tapi, ya sudahlah, yang penting aku senang.
“Pagi juga Mas, udah dong. Kalau belum, mana mungkin aku bisa jawab teleponmu, hehehe. Ada apa nih? Tumben banget pagi-pagi udah telpon?” jawabku sekenanya.
Sepertinya Dimas sedikit tersenyum dengan jawabanku itu, soalnya aku mendengar dia tertawa kecil. “Apa aku jawabnya nggak nyambung kali ya?” pikirku mengira-ngira.
“Nggak ada apa-apa kok, kangen aja, hehehe. Tadi malam aku tidur lebih cepat, jadi nggak bisa SMS sama telpon kamu deh. Nah, sebagai gantinya, aku telpon kamu sekarang deh. Nggak apa-apa kan?” timpalnya dengan nada khasnya.

Deggg…. “Kangen? Dimas kangen sama aku? Apa aku ini mimpi?” sederet pertanyaan yang muncul di dalam pikiranku itu membuaku diam dan terpaku. Kalau Dimas melihat tingkah laku ku itu, pasti dia akan tertawa. Karena sungguh, aku sendiripun kalau sadar pasti akan tertawa.

“Mil… Milda… apa kamu masih disana? Aku ganggu kamu ya?” Dimas memanggilku beberapa kali.
“Ah.. iya Mas, maaf. Masih ada kok, hehehe” jawabku salting.

Inti dari percakapan singkat itu adalah, Dimas mengajakku untuk jalan dan makan siang bareng. Dan aku sungguh tidak bisa menolak ajakannya. (bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Saat Foto Box

Anak muda sekarang nggak foto-foto ? hmm... kayaknya kurang gaul deh, soalnya di jaman yang udah canggih ini, difoto itu udah jadi kebiasaan baru bagi remaja sekarang. Ada beberapa tips nih buat kalian yang suka foto box. 1. Pilih tempat yang nyaman Biasanya foto box itu suka ada di tempat-tempat yang ramai, seperti mall, plaza dll. Nah kalian tinggal pilih tempat yang paling menarik perhatian dan tentunya bagus juga. 2. Ajak teman atau orang terdekat kita Pastinya nggak asik dong kalau kita foto-foto sendiri, apalagi kalo difoto box , kesannya itu bakalan nggak hidup, terus kita juga nggak ada temen buat ber-ekspresi. 3. Berganti gaya dengan cepat Kalian harus tau, Foto box nggak seperti foto biasa, jadi setiap satu kali foto, kita harus cepet-cepet ganti gaya lagi, soalnya foto box itu diwaktu. Jadi sebelum kita difoto, kita harus mikirin gaya dan ekspresi apa aja yang bakalan kita tunjukin. 4. Tunjukin gaya yang paling keren Sia-sia dong kalo pas lagi di foto, gaya kita cuma biasa-

One Team, One Spirit, One Goal !!

Pemberian Simulasi Penulisan Salah satu kru layout Xpresi (Imam) mempresentasikan dami buatannya Masih kru layout Xpresi (Teteng Randi) mempresentasikan dami halaman galerinya Reporter Xpresi, belajar wawancara dan membuat artikel Wawancara bertemakan kehidupan anak gank di sekolah Teteng, Imam dan Riko, simulasi membuat dami untuk halaman All crew Xpresi memulai simulasi

Senja dengan Biru

Aneh, menurutku aneh saja tiba-tiba ada wanita yang menghampiriku, mengulurkan tangannya,  duduk disebelahku tanpa dipersilahkan, dan menatap senja bersama-sama. Aku sendirian, dia pun sama. Kami tidak banyak bicara, tetapi kami merasa dekat satu sama lain. Aku mengenal Senja seperti senja yang biasa aku lihat, dia datang dan pergi begitu saja. Kami bertemu, di satu minggu itu kami selalu menatap senja bersama-sama. Kami hanya sebagai penikmat senja, yang kebetulan dipertemukan, atau mungkin memang ditakdirkan untuk bertemu. Ya, aku percaya Pencipta senja itu telah menyusun rencana untuk mempertemukan kami. “Mengapa namamu Senja?” tanyaku tanpa berharap jawaban. Tatapanku tidak bertitik, sesekali memang menoreh kepada Senja, tapi segera ku alihkan kembali kepada senja yang lain ketika dia mulai menyadari sedang diperhatikan. “Aku menyukai senja sejak kecil, orang tuaku juga sama-sama penikmat senja, kami selalu menikmati senja bersama,” ujar gadis bernama Senja itu. Rambutnya ya