Langsung ke konten utama

Serpihan Masa Lalu (Part V)

Ajakan Dimas tadi pagi, membuatku bingung dan senang. Aku bingung, kenapa dia mengajakku bertemu, padahal setahuku tidak ada hal penting yang akan kami bicarakan nanti. Tapi ya sudahlah, mungkin dia memang ada perlu denganku. Dia mengajakku bertemu di kantin depan kampus. Tempat yang cukup ramai, pikirku.

Dimana? Kita jadi ketemu nggak?
Aku mengirim pesan untuk menanyakannya lagi, hanya untuk meyakinkan, siapa tahu tadi pagi itu aku salah dengar.
Dimas tidak membalas pesanku juga, dan aku pikir aku memang salah mendengar percakapannya dipagi itu.

“Ah.. ya sudahlah, jangan terlalu berharap,” gumamku dalam hati.
Jujur, sekarang ini aku memang berharap lebih kepadanya. Mungkin karena kebaikan dia yang terlalu berlebih, membuatku merasa nyaman untuk terus bersamanya. Ya walaupun hanya bersama melalui dunia teknologi.

Jadwal kuliah siang itu memang kosong, sekitar pukul 15.15 nanti dilanjut mata kuliah bahasa. Karena Dimas tidak kunjung membalas pesanku, akhirnya aku putuskan untuk diam di salah satu tempat kost milik teman.

“Aku ikut ke kostan kamu ya Mel, nggak apa-apa kan?” untuk yang kedua kalinya aku meminta izin kepada Amel. Ya aku takut dia merasa terganggu dengan kedatanganku.
Amel hanya tersenyum dengan perkataanku itu, bertanda dia mengijinkanku pergi bersamanya.

“Mil.. kalau punya masalah, cerita dong. Jangan disimpan sendiri. Kamu nggak anggap aku temanmu ya?”
Aku sedikit tertegun dengan perkataan Amel. Kenapa dia bertanya seperti itu? Apakah aku memang terlihat sedih?

“Kenapa nanya gitu Mel? Aku nggak apa-apa kok,” aku mencoba menyembunyikan perasaanku.
Sengaja aku memalingkan muka kearah HP yang aku pegang. Aku takut, kalau Amel bisa membaca raut mukaku. Temanku yang satu itu memang sangat mengerti aku.

“Mil, percuma deh kalau kamu mau bohong ke aku. Ayo cepet cerita,” desaknya.
Bagaimana pun aku memberinya alasan, pasti dia tidak akan menerimanya. Sahabatku itu memang teman terdekatku, dan dia hampir tahu semua fakta hidupku. Sekitar tujuh tahun kami bersama, waktu itu dia murid pindahan dari Pekanbaru. Aku rasa tujuh tahun itu cukup untuk kita saling mengetahui satu sama lain.

“Iya Mel. Biasa, keluarga aku lagi nggak bener lagi. Udah deh ah, aku lagi nggak mau ngomongi itu. Nanti aja deh aku ceritanya, kalau udah sedikit membaik. Oke?”
Deg… Dimas… jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat. Kaget, tidak percaya, sakit hati, sedih, kecewa. Semua rasa, campur aduk di siang itu. Sepeda motor yang dilajukan Amel begitu saja melewati jalan yang cukup ramai. Tepat di depan mata, aku melihat Dimas berboncengan dengan perempuan, yang entah siapa dia. Perempuan itu memeluk Dimas erat-erat, dan aku melihat, sepertinya Dimas tersenyum bahagia bersamanya. Sepertinya aku cemburu melihatnya, dan inilah hal yang sangat aku benci. Aku sadar, aku memang bukan siapa-siapanya, bahkan untuk dibilang teman pun, sepertinya aku tidak pantas, karena, memang aku baru dua kali bertemu dengannya, dan itupun dalam waktu yang sangat singkat.

“Mel, bisa lebih cepat nggak? Aku ngantuk,” pintaku dengan suara sedikit gemetar.
“Mil.. kamu nggak apa-apa?” jawab Amel sambil melirikku di kaca spion.
“Nggak,” jawabku singkat.

Sepertinya Amel tahu perasaanku sedang tidak baik, karena setelah mendengar jawabanku itu, dia hanya mengikuti perintahku, untuk mempercepat laju sepeda motornya. (bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Saat Foto Box

Anak muda sekarang nggak foto-foto ? hmm... kayaknya kurang gaul deh, soalnya di jaman yang udah canggih ini, difoto itu udah jadi kebiasaan baru bagi remaja sekarang. Ada beberapa tips nih buat kalian yang suka foto box. 1. Pilih tempat yang nyaman Biasanya foto box itu suka ada di tempat-tempat yang ramai, seperti mall, plaza dll. Nah kalian tinggal pilih tempat yang paling menarik perhatian dan tentunya bagus juga. 2. Ajak teman atau orang terdekat kita Pastinya nggak asik dong kalau kita foto-foto sendiri, apalagi kalo difoto box , kesannya itu bakalan nggak hidup, terus kita juga nggak ada temen buat ber-ekspresi. 3. Berganti gaya dengan cepat Kalian harus tau, Foto box nggak seperti foto biasa, jadi setiap satu kali foto, kita harus cepet-cepet ganti gaya lagi, soalnya foto box itu diwaktu. Jadi sebelum kita difoto, kita harus mikirin gaya dan ekspresi apa aja yang bakalan kita tunjukin. 4. Tunjukin gaya yang paling keren Sia-sia dong kalo pas lagi di foto, gaya kita cuma biasa-

One Team, One Spirit, One Goal !!

Pemberian Simulasi Penulisan Salah satu kru layout Xpresi (Imam) mempresentasikan dami buatannya Masih kru layout Xpresi (Teteng Randi) mempresentasikan dami halaman galerinya Reporter Xpresi, belajar wawancara dan membuat artikel Wawancara bertemakan kehidupan anak gank di sekolah Teteng, Imam dan Riko, simulasi membuat dami untuk halaman All crew Xpresi memulai simulasi

Senja dengan Biru

Aneh, menurutku aneh saja tiba-tiba ada wanita yang menghampiriku, mengulurkan tangannya,  duduk disebelahku tanpa dipersilahkan, dan menatap senja bersama-sama. Aku sendirian, dia pun sama. Kami tidak banyak bicara, tetapi kami merasa dekat satu sama lain. Aku mengenal Senja seperti senja yang biasa aku lihat, dia datang dan pergi begitu saja. Kami bertemu, di satu minggu itu kami selalu menatap senja bersama-sama. Kami hanya sebagai penikmat senja, yang kebetulan dipertemukan, atau mungkin memang ditakdirkan untuk bertemu. Ya, aku percaya Pencipta senja itu telah menyusun rencana untuk mempertemukan kami. “Mengapa namamu Senja?” tanyaku tanpa berharap jawaban. Tatapanku tidak bertitik, sesekali memang menoreh kepada Senja, tapi segera ku alihkan kembali kepada senja yang lain ketika dia mulai menyadari sedang diperhatikan. “Aku menyukai senja sejak kecil, orang tuaku juga sama-sama penikmat senja, kami selalu menikmati senja bersama,” ujar gadis bernama Senja itu. Rambutnya ya