“Aku ikut tidur bentar Mel,” pintaku saat memasuki kamar yang bernuansa pink miliknya.
Amel hanya terdiam, tidak mengiyakan atau menolak pintaku. Dia memang mengerti aku, dan dia tidak akan memaksaku untuk bercerita di saat situasi seperti ini. Aku hanya ingin tertidur untuk beberapa saat, dan berharap semua masalah yang sedang menimpaku ini hanyalah mimpi buruk. Tetapi sepertinya, keinginanku itu sulit untuk menjadi kenyataan. Karena memang saat ini aku sedang tidak bermimpi, semua yang aku rasakan itu nyata dan memang benar-benar terjadi.
Setelah beberapa saat menutup mata (hanya menutup mata, tidak tertidur), perasaanku mulai tenang, dan disitulah aku memberanikan diri untuk bercerita semua bebanku kepada Amel. Mulutku mulai berucap dan mengeluarkan kata demi kata. Aku bercerita semuanya, tentang keluargaku, beban hidupku dan Dimas. Ya, Amel cukup marah, ketika aku bercerita tentang Dimas, karena sebelumnya aku belum pernah bercerita kepadanya. Amel tidak tahu kalau aku mempunyai teman laki-laki baru, karena memang aku belum bercerita kepada siapapun tentang Dimas. Aku takut kalau Dimas nantinya akan menyakitiku seperti mantanku sebelumnya, aku sangat takut, dan sungguh, aku tidak ingin merasakan sakit hati seperti dulu lagi. Tetapi sepertinya, semua itu telah terjadi, aku sakit hati lagi. Ya, untuk ke sekian kalinya, dan kali ini, aku malu pada diriku sendiri, karena terlalu berharap hal-hal yang tak pasti. Sungguh, itu memang sifat terburukku.
Seperti yang aku bilang, Amel memang sahabat terbaikku. Walaupun dia marah, tetapi dia tetap berada di sampingku untuk menasihati dan membangkitkan semangat hidupku. Tuhan.. aku sangat beruntung mempunyai teman seperti dia.
Sore itu, aku dan Amel tidak masuk kuliah, aku terlarut dalam kesedihan, dan Amel bersedia untuk menampung segala keluhku. Dia memang tahu semua cerita tentang keluargaku, bahkan dia sangat memahamiku, mungkin karena Amel juga pernah mengalami hal yang serupa denganku. Aku bangga kepadanya, karena dia terlihat selalu tegar untuk menghadapi hidup ini, dan aku belajar banyak dari dirinya.
Setelah aku bercerita dari A-Z, akhirnya aku dan Amel menemukan jalan keluar untuk masalah keluargaku dan lelaki pendatang baru itu. Aku akan mencoba menerima dan mendukung segala keputusan dari mama. Karena aku yakin, mama pasti telah memikirkan semuanya, dan dia pasti akan memilih yang terbaik untuk kita semua. Dan untuk Dimas, aku putuskan untuk tidak mengharapkannya lagi, bahkan sore itu, aku menghapus semua pesan dan nomor HP nya. Ya, mungkin ini jalan terbaik untukku, walaupun sulit, tetapi aku harus mencobanya dan aku yakin semua itu akan baik-baik saja.
Aku bisa hidup tanpa papa ataupun Dimas, karena sebelumnyapun aku bisa melewati hidupku ini hanya dengan mama, kakak, teman dan keluargaku yang masih sayang dan perduli terhadapku. Aku terfokus akan pikiran positif yang akan membuat hidupku lebih berarti lagi. Aku akan berjuang untuk meraih cita-cita dan mewujudkan segala keinginan mama. Karena memang benar, apa yang dikatakan saudaraku itu. Yang harus aku pikirkan itu adalah mama, dan aku tidak boleh sedikitpun mengecewakannya. Aku Milda, seorang wanita yang terlahir dari perut mama, aku besar karena kasih sayang mama, dan suatu hari nanti, aku akan membahagiakannya.
Papa, walau bagaimanapun dia tetap papaku, papa yang sama-sama membesarkanku. Tetapi aku tidak merasa mendapat kasih sayang darinya, setelah papa dan mama berpisah, setelah semuanya memiliki kehidupan masing-masing, setelah semuanya mempunyai keluarga yang mereka cintai. Aku tetap menghargai jasa papa, karena bagaimanapun, aku bisa seperti ini atas didikan darinya, atas ketegasan darinya. Aku berharap, suatu hari nanti, papa bisa menyayangiku lagi dan meminta maaf atas semua kesalahannya kepadaku, kakaku dan mama. Aku harap, papa tidak mengulangi kesalahannya yang dulu kepada keluarga barunya, aku harap, papa bisa menerima dan menyayangi anak barunya itu. Ya, anak baru dari mama baru.
Untuk mama, aku doakan mama menjadi wanita yang kuat, wanita yang ikhlas menerima segala apa yang telah Allah berikan. Aku yakin mama bisa menjalani semuanya, Allah menyayangi mama, maka dari itu Ia memberikan jalan ini untuk mama. Suatu hari nanti, apa yang telah mama lakukan, akan dibalas oleh-Nya. Mama harus kuat, mama harus tegar, dan ikhlas menjalani semua ini. Aku dan kakakku akan berusaha menjadi orang yang berguna untuk semuanya, kami ingin membalas semua pengorbananmu, dan doakanlah kami agar menjadi anak-anak yang bisa membanggakan. Mama adalah yang terbaik, mama selalu ada di hati aku dan kakakku, kami menyayangimu, dan sampai kapanku akan terus bersamamu.
Tuhan.. terimakasih atas semua yang telah engkau berikan, terimakasih karena Engkau telah memberikan masalah ini, karena ini semua adalah pelajaran yang sangat berharga bagiku. Aku belajar memahami hidup, aku belajar memahami semuanya, aku belajar kasih sayangmu. Terima kasih karena Engkau memberikan orang-orang yang sangat berharga untukku. (tamat)
Amel hanya terdiam, tidak mengiyakan atau menolak pintaku. Dia memang mengerti aku, dan dia tidak akan memaksaku untuk bercerita di saat situasi seperti ini. Aku hanya ingin tertidur untuk beberapa saat, dan berharap semua masalah yang sedang menimpaku ini hanyalah mimpi buruk. Tetapi sepertinya, keinginanku itu sulit untuk menjadi kenyataan. Karena memang saat ini aku sedang tidak bermimpi, semua yang aku rasakan itu nyata dan memang benar-benar terjadi.
Setelah beberapa saat menutup mata (hanya menutup mata, tidak tertidur), perasaanku mulai tenang, dan disitulah aku memberanikan diri untuk bercerita semua bebanku kepada Amel. Mulutku mulai berucap dan mengeluarkan kata demi kata. Aku bercerita semuanya, tentang keluargaku, beban hidupku dan Dimas. Ya, Amel cukup marah, ketika aku bercerita tentang Dimas, karena sebelumnya aku belum pernah bercerita kepadanya. Amel tidak tahu kalau aku mempunyai teman laki-laki baru, karena memang aku belum bercerita kepada siapapun tentang Dimas. Aku takut kalau Dimas nantinya akan menyakitiku seperti mantanku sebelumnya, aku sangat takut, dan sungguh, aku tidak ingin merasakan sakit hati seperti dulu lagi. Tetapi sepertinya, semua itu telah terjadi, aku sakit hati lagi. Ya, untuk ke sekian kalinya, dan kali ini, aku malu pada diriku sendiri, karena terlalu berharap hal-hal yang tak pasti. Sungguh, itu memang sifat terburukku.
Seperti yang aku bilang, Amel memang sahabat terbaikku. Walaupun dia marah, tetapi dia tetap berada di sampingku untuk menasihati dan membangkitkan semangat hidupku. Tuhan.. aku sangat beruntung mempunyai teman seperti dia.
Sore itu, aku dan Amel tidak masuk kuliah, aku terlarut dalam kesedihan, dan Amel bersedia untuk menampung segala keluhku. Dia memang tahu semua cerita tentang keluargaku, bahkan dia sangat memahamiku, mungkin karena Amel juga pernah mengalami hal yang serupa denganku. Aku bangga kepadanya, karena dia terlihat selalu tegar untuk menghadapi hidup ini, dan aku belajar banyak dari dirinya.
Setelah aku bercerita dari A-Z, akhirnya aku dan Amel menemukan jalan keluar untuk masalah keluargaku dan lelaki pendatang baru itu. Aku akan mencoba menerima dan mendukung segala keputusan dari mama. Karena aku yakin, mama pasti telah memikirkan semuanya, dan dia pasti akan memilih yang terbaik untuk kita semua. Dan untuk Dimas, aku putuskan untuk tidak mengharapkannya lagi, bahkan sore itu, aku menghapus semua pesan dan nomor HP nya. Ya, mungkin ini jalan terbaik untukku, walaupun sulit, tetapi aku harus mencobanya dan aku yakin semua itu akan baik-baik saja.
Aku bisa hidup tanpa papa ataupun Dimas, karena sebelumnyapun aku bisa melewati hidupku ini hanya dengan mama, kakak, teman dan keluargaku yang masih sayang dan perduli terhadapku. Aku terfokus akan pikiran positif yang akan membuat hidupku lebih berarti lagi. Aku akan berjuang untuk meraih cita-cita dan mewujudkan segala keinginan mama. Karena memang benar, apa yang dikatakan saudaraku itu. Yang harus aku pikirkan itu adalah mama, dan aku tidak boleh sedikitpun mengecewakannya. Aku Milda, seorang wanita yang terlahir dari perut mama, aku besar karena kasih sayang mama, dan suatu hari nanti, aku akan membahagiakannya.
Papa, walau bagaimanapun dia tetap papaku, papa yang sama-sama membesarkanku. Tetapi aku tidak merasa mendapat kasih sayang darinya, setelah papa dan mama berpisah, setelah semuanya memiliki kehidupan masing-masing, setelah semuanya mempunyai keluarga yang mereka cintai. Aku tetap menghargai jasa papa, karena bagaimanapun, aku bisa seperti ini atas didikan darinya, atas ketegasan darinya. Aku berharap, suatu hari nanti, papa bisa menyayangiku lagi dan meminta maaf atas semua kesalahannya kepadaku, kakaku dan mama. Aku harap, papa tidak mengulangi kesalahannya yang dulu kepada keluarga barunya, aku harap, papa bisa menerima dan menyayangi anak barunya itu. Ya, anak baru dari mama baru.
Untuk mama, aku doakan mama menjadi wanita yang kuat, wanita yang ikhlas menerima segala apa yang telah Allah berikan. Aku yakin mama bisa menjalani semuanya, Allah menyayangi mama, maka dari itu Ia memberikan jalan ini untuk mama. Suatu hari nanti, apa yang telah mama lakukan, akan dibalas oleh-Nya. Mama harus kuat, mama harus tegar, dan ikhlas menjalani semua ini. Aku dan kakakku akan berusaha menjadi orang yang berguna untuk semuanya, kami ingin membalas semua pengorbananmu, dan doakanlah kami agar menjadi anak-anak yang bisa membanggakan. Mama adalah yang terbaik, mama selalu ada di hati aku dan kakakku, kami menyayangimu, dan sampai kapanku akan terus bersamamu.
Tuhan.. terimakasih atas semua yang telah engkau berikan, terimakasih karena Engkau telah memberikan masalah ini, karena ini semua adalah pelajaran yang sangat berharga bagiku. Aku belajar memahami hidup, aku belajar memahami semuanya, aku belajar kasih sayangmu. Terima kasih karena Engkau memberikan orang-orang yang sangat berharga untukku. (tamat)
Komentar
Posting Komentar